|  | 
| Gambar 1. Ilustrasi saat perang di Kurukshetra dalam kitab Mahabharata. (Wikimedia Commons) | 
1) Pengertian Seni Sastra
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, sastra adalah bahasa 
(kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa 
sehari-hari). Definisi kedua menurut kamus ini adalah karya tulis, yang 
jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan
 seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. 
Istilah sastra sendiri, berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti 
”tulisan” atau ”karangan”. Sastra biasanya diartikan sebagai karangan 
dengan bahasa yang indah dan isi yang baik.
Bahasa yang indah artinya bisa menimbulkan kesan dan menghibur 
pembacanya. Isi yang baik artinya berguna dan mengandung nilai 
pendidikan. Bentuk fisik dari sastra disebut karya sastra. Penulis karya
 sastra disebut sastrawan. Dalam Bahasa Indonesia, kata ini biasa 
digunakan untuk merujuk kepada ”kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan 
yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Tetapi kata ”sastra” bisa 
pula merujuk kepada semua jenis tulisan, apakah ini indah atau tidak.
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra 
tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini, sastra tidak banyak 
berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana 
untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Biasanya, 
kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa lokal. 
Misalnya, kamu yang bersekolah di Yogyakarta dan Jawa Tengah akan 
mempelajari sastra Jawa, teman-temanmu yang bersekolah di Jawa barat 
akan mempelajari sastra Sunda, dan seterusnya. Dari ketiga sumber di 
atas, arti kata sastra selalu mengarah pada inti yang sama berikut ini.
a) Sastra berupa bahasa, untaian kata-kata, gaya bahasa, ungkapan.
b) Sastra tercurah dalam bentuk kitab, karya tulis, tulisan, karangan, lisan.
c) Sastra bernilai seni, indah, artistik, asli sastra berisi ajaran, pendidikan, instruksi, dan pedoman.
2) Bidang Seni Sastra
Seni sastra tidak hanya berhubungan dengan tulisan tetapi dengan bahasa 
yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran 
tertentu. Oleh karena itu, seni sastra bisa dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Seni Sastra Tulis
Sesuai namanya, seni sastra tulis adalah bentuk karya sastra yang 
dituangkan dalam bentuk tulisan, yaitu kombinasi huruf yang mempunyai 
makna atau arti. Banyak sekali jenis seni sastra tulisan yang berkembang
 di masyarakat, misalnya dalam bentuk prosa, puisi, cerita fiksi, dan 
essai.
b) Seni Sastra Lisan
Seni sastra lisan adalah seni sastra disampaikan dengan bahasa lisan, 
yaitu dengan dituturkan secara langsung kepada pendengar, dengan atau 
tanpa iringan musik tertentu.
3) Fungsi Seni Sastra
Seni sastra yang diwujudkan dalam bentuk karya sastra memiliki beberapa fungsi penting dalam masyarakat, di antaranya:
a) Sarana Menyampaikan Pesan Moral 
Sastrawan menulis karya sastra, antara lain untuk menyampaikan model 
kehidupan yang diidealkan dan ditampilkan dalam cerita lewat para tokoh.
 Dengan karya sastranya, sastrawan menawarkan pesan moral yang 
berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan
 martabat manusia. Sifat-sifat itu pada hakikatnya universal, artinya 
diyakini oleh semua manusia. Pembaca diharapkan dalam menghayati 
sifat-sifat ini dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Moral dalam karya sastra atau hikmah yang akan disampaikan oleh 
sastrawan selalu dalam pengertian yang baik karena pada awal mula semua 
karya sastra adalah baik. Jika dalam cerita ditampilkan sikap dan 
tingkah laku tokoh-tokoh yang tidak terpuji, baik mereka berlaku sebagai
 tokoh antagonis maupun protagonis, bukan berarti sastrawan menyarankan 
bertingkah laku demikian. Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah 
sendiri dari cerita. Sesuatu yang baik justru akan lebih mencolok bila 
dikonfrontasikan dengan yang tidak baik.
b) Sarana Menyampaikan Kritik
Seni sastra, terutama sastra tulisan dapat menjadi sarana untuk 
menyampaikan kritik atas fenomena sosial maupun politik dalam 
masyarakat. Misalnya, novel atau puisi yang mengemukakan masalah 
kemiskinan, perbedaan gender antara pria dan wanita, atau kesenjangan 
sosial. Melalui sastra, masyarakat pembaca menjadi berempati dan 
bersimpati yang pada akhirnya akan tergugah untuk berpartisipasi 
menyelesaikan masalah-masalah sosial tersebut.
c) Menumbuhkan Rasa Nasionalisme dan Penghargaan terhadap Kebudayaan Daerah
Sebagai bagian dari kebudayaan nasional, seni sastra Indonesia merupakan
 wahana ekspresi budaya dalam rangka upaya ikut memupuk kesadaran 
sejarah serta semangat nasionalisme. Semangat nasionalisme dalam seni 
sastra tidak hanya aktual pada masa revolusi saja, tetapi di era 
globalisasi yang dapat mengancam sendi-sendi nasionalisme suatu bangsa.
4) Perkembangan Seni Sastra
Istilah ‘sastra’ memiliki arti tulisan. Secara lebih luas, sastra dapat 
diartikan pembicaraan tentang berbagai tulisan yang indah bentuknya dan 
mulia isinya. Keindahan bentuk hasil sastra yang kemudian lazim disebut 
sebagai karya sastra terlihat dari puisi, prosa, lirik prosa, drama, 
maupun bentuk karya sastra yang lain, baik yang tergolong ke dalam 
sastra kuno, masa peralihan, sampai sastra modern, bahkan sastra 
kontemporer pada masa mutakhir.
Ditilik dari segi bentuk, karya sastra adalah sesuatu yang dapat 
menyenangkan hati, sedangkan bila ditilik dari segi isi, karya sastra 
memiliki nilai guna bagi siapa saja yang mampu mengapresiasikannya. 
Karya sastra bukan sekedar dibaca dan dihayati sebagai pengisi waktu, 
melainkan di dalamnya terkandung nilai-nilai yang bermakna bagi 
kehidupan.
Perkembangan seni sastra dapat dilihat dari zaman kuno, yaitu zaman 
sebelum ditemukannya tulisan, ketika manusia mengembangkan seni sastra 
melalui tradisi lisan yang diwariskan dari mulut ke mulut dan 
disampaikan dari seorang penutur kepada orang lain dalam bentuk cerita 
atau dongeng (cerita kancil yang mencuri timun petani), legenda (kisah 
batu menangis). Kemudian pada zaman aksara, seni sastra telah mulai 
dikembangkan dalam bentuk tulisan-tulisan atau karya sastra yang pada 
waktu itu ditulis pada daun lontar. Peninggalan-peninggalan tulisan kuno
 ini dapat kita lihat di beberapa museum seperti Trowulan, dan dapat 
pula kita saksikan tulisan kuno di museum Bali yang mengisahkan tentang 
kerajaan-kerajaan di Bali. Peninggalan-peninggalan tersebut menunjukkan 
kepada kita hasil karya seni sastra pada zaman Hindu-Buddha.
Bila kita cermati lebih lanjut, ternyata masih banyak karya sastra yang lain peninggalan zaman Hindu-Buddha yaitu:
- Bharatayuda karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh;
- Gatotkacasraya karya Mpu Panuluh;
- Smaradhahana karya Mpu Darmaja;
- Wrattasancaya dan Lubdhaka karya Mpu Tanakung.
Pada akhir abad ke-16 sampai abad ke-17 masehi, pengaruh sastra Islam 
baru nampak dalam sastra Melayu Islam yang diterima sebagai unsur yang 
memperkaya, mendinamisir, serta mengangkat derajat sastra Melayu menjadi
 cukup tinggi. Dalam perkembangannya terjadi integrasi yang kokoh antara
 tradisi sastra Melayu dengan Islam.
Dalam sastra Melayu Islam muncul karya-karya Hamzah Fansuri seperti 
Asrar al-Arifin Syair Perahu,Syair Dagang, Syair Si Burung Pingai. 
Demikian pula karya-karya Ar-Raniri Tibyan fi Ma’rifat al-Adyan Shirot 
al-Mustaqim Bustan al-Shalatin, juga karya Syamsudin Pase Mir’at al-Iman
 Mir’at al-Mu’minin, dan sebagainya.
Sastrawan-sastrawan Indonesia yang kita kenal antara lain:
- Chairil Anwar
- Sutan Takdir Alisyahbana
- H.B. Yasin
- Ajip Rosidi
- Hamka
- N. H. Dini
- Umar Kayam
- Sapardi Djoko Damono
- Taufik Ismail
- W. S. Rendra
Seni sastra di Indonesia digolongkan dalam beberapa zaman sebagai berikut.
a. Pujangga Lama
Pujangga Lama adalah karya sastra Indonesia yang dihasilkan sebelum abad
 XX. Pada masa ini karya sastra di Indonesia didominasi oleh syair, 
pantun, gurindam, dan hikayat “Karya Sastra Pujangga Lama”.
b. Sastra Melayu Rendah
Sastra Melayu Rendah adalah karya sastra di Indonesia yang dihasilkan 
antara tahun 1870-1942, yang berkembang di lingkungan masyarakat Cina 
dan masyarakat Indo-Eropa.
c. Angkatan Balai Pustaka
Angkatan Balai Pustaka adalah karya sastra di Indonesia sejak tahun 
1920-1950, yang dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, 
novel, cerita pendek, dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan 
syair, pantun, gurindam, dan hikayat dalam khasanah sastra di Indonesia 
pada masa ini.
d. Pujangga Baru
Pujangga baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan
 oleh Balai Pustaka terhadap karya sastrawan pada masa tersebut, 
terutama terhadap karya sastra yang menyangkut nasionalisme dan 
kesadaran kebangsaan.
e . Angkatan ‘45
Karya sastra angkatan ini diwarnai pengalaman hidup dan gejolak sosial politik-budaya.
f. Angkatan 50-an
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan 
H.B.Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra didominasi cerita 
pendek dan kumpulan puisi.
g. Angkatan 50-60-an
h. Angkatan 66-70-an
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat 
avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Karya sastra pada 
angkatan ini sangat beragam dalam aliran sastra, seperti karya sastra 
beraliran surreealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dan lain-lain.
 Sastrawan pada akhir angkatan yang lalu termasuk juga dalam kelompok 
ini, seperti Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, 
Bur Rasuanto, Gunawan Mohammad, Sapardi Djoko Damono, dan Satyagraha 
Hurip, serta sastrawan yang dijuluki Paus Sastra Indonesia, H.B. Jassin.
Seorang sastrawan pada angkatan 50 hingga 60-an yang mendapat tempat 
pada angkatan ini adalah Iwan Simatupang. Pada masanya, karya sastranya 
berupa novel, cerpen, dan drama kurang mendapat perhatian bahkan sering 
menimbulkan kesalahpahaman. Ia disebut sebagai sastrawan yang lahir 
mendahului zamannya.
Beberapa sastrawan lain pada angkatan ini adalah: Umar Kayam, 
Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C Noer, Akhudiat, Darmanto Jatman, Arief
 Budiman, Gunawan Mohammad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Widjaya, 
Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail, dan banyak lagi yang lain.
i. Dasawarsa 80-an
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980 ditandai 
dengan banyaknya roman percintaan dan sastrawan wanita yang menonjol 
pada masa tersebut.
j. Angkatan Dasawarsa 2000-an
Sastrawan angkatan 2000 mulai merefleksikan keadaan sosial dan politik 
yang terjadi pada akhir tahun 90-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. 
Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak 
melatarbelakangi kisah novel fiksi.
k. Cybersastra
Era internet memasuki komunitas sastra di Indonesia. Banyak sastra 
Indonesia yang tidak dipublikasi sebagai buku namun termaktub di dunia 
maya (internet), baik yang dikelola resmi oleh pemerintah, organisasi 
non-profit, maupun situs pribadi. Ada beberapa situs sastra Indonesia di
 dunia maya.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar